Hijrah di Tahun Baru Hijriyah

By BKPSDM 10 Sep 2018, 17:46:50 WIB Bidang Perencanaan dan Pembinaan Aparatur
Hijrah di Tahun Baru Hijriyah

Muharram berasal dari kata ‘haram’ yang artinya suci atau terlarang. Muharram adalah bulan yang sangat dihormati, tidak ada perang, gencatan senjata-senjata dilakukan. Muharram adalah semangat perdamaian. Muharram juga ditetapkan sebagai tahun baru Islam tapatnya 1 Muharram 622 M.
 
Pada zaman sebelum Nabi Muhammad SAW, orang Arab tidak menggunakan tahun sebagai penanda suatu peristiwa. Pada zaman Khalifah Umar bin khatab lah tahun baru Islam ditetapkan. Berawal dari peristiwa surat – menyurat Sayyidina Umar dengan Gubernurnya di Bashra, Abu Musa Al Asy’ari bingung mengapa Sayyidina Umar tidak menerakan tanggal pada suratnya. Nampaknya kebuncahan Abu Musa menarik perhatian Sayyidina Umar, yang kemudian akhirnya mengadakan musyawarah khusus untuk menentukan kapan awal tahun baru Islam. Sayyidina Umar mengumpulkan kaum muhajirin dan anshar radhiyallahu ‘anhum, beliau bertanya: “Mulai kapan kita menulis tahun.” Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan: “Kita tetapkan sejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, meninggalkan negeri syirik.” Maksud Ali adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Kemudian Umar menetapkan tahun peristiwa terjadinya Hijrah itu sebagai tahun pertama Hijriyah.
 
Penentuan Hijriyah sebagai awal tahun baru Islam bukan tanpa alasan, pertistiwa hijarahnya Rasulullah SAW dari kota Mekkah ke Madinah memegang peran yang sangat penting dalam perjalanan dakwah Islam. Sejak Rasulullah SAW berhijrah perkembangan islam maju begitu pesat, Islam bertambah kuat, bahkan memiliki peraturan dan perundang-undangan sendiri.
 
Hijrah merupakan wujud pilar kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekkah. Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi. Hijrah itu sendiri artinya berpindah, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, berpindah dari suatu peristiwa ke peristiwa lain, atau berpindah dari perilaku buruk satu ke perilaku yang lebih baik. Jadi, jika umat Islam stagnan pada satu kondisi, baik itu perilaku, kondisi, dan wilayah dan tidak melakukan perpindahan (perubahan) kearah yang lebih baik, maka sesungguhnya dia telah meninggalkan esensi dari hijrah itu sendiri. (hs/bkpsdmtala)



Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

Write a comment

Ada 1 Komentar untuk Berita Ini

View all comments

Write a comment